Kamis, 07 April 2011

Hedonisme Lumpuhkan Karakter Mahasiswa

Kehidupan arus globalisasi dan modernisasi yang kian tidak terbendung semakin menandakan keterpurukan intelektual mahasiswa dewasa ini. Ekonomi kapitalis dan konsumerisme tingkat tinggi justru telah menenggelamkan ide-ide segar kaum muda terhadap perubahan bangsa. Seperti seolah tidak peduli, lambat laun negara ini bak kapal bocor di dasarnya karena tidak ada agent of change yang selalu siap mengawal kemana negeri ini akan dilayarkan.

Sejatinya, semangat perjuangan mahasiswa yang “maha”sebagai “siswa” dan kecerdasan intelektual adalah panji-panji penopang yang tidak bisa kita pungkiri kekuatannya untuk mengontrol segala macam kekeliruan yang makin lama makin menjadi di negeri ini.

Adalah hedonisme sebagai tonggak awal matinya kritisisasi mahasiswa. Maraknya pusat perbelanjaan yang melenakan kaum muda melalui berbagai macam fashion serta gadget terbaru, tontonan infotainment yang menjamur, acara hura-hura, kafe dan club sebagai tempat tongkrongan asik masa kini, serta produk-produk serba instan yang selalu siap menginstankan mahasiswa termasuk mencetak sarjana instan dengan sistem copy-paste nya di hampir seluruh perguruan tinggi baik negeri maupun swasta adalah salah satu dampak bahwa hedonisme telah menjalar dalam setiap nalar kritis mahasiswa.

Kampus sebagai institusi pendidikan yang mencerdaskan bangsa tidak ubahnya seperti tempat arisan. Penuh dengan pepesan kosong atau sekedar membahas kehidupan yang borjuis. Sudut-sudut kampus biru tidak lagi dipenuhi oleh mereka yang asik berdiskusi soal ilmiah atau permasalahan urgen bangsa. Hanya sedikit mahasiswa yang masih haus akan ilmu dan kritis terhadap ketidakadilan. Mahasiswa pun tak mampu lagi berdiri pada garda terdepan untuk menyatakan sikap penolakannya, karena tak jarang idealisme telah terbeli oleh manisnya kehidupan hedonis.

Namun dibalik itu, ada kondisi yang jauh lebih parah dimana kampus telah beralih fungsi sebagai kapitalis pendidikan. Bahkan hal ini pun telah merambah pada universitas negeri yang notabenenya mampu merangkul kaum marginal dalam mengenyam pendidikan. Karena bukan hanya yang kaya saja bisa kuliah, sedangkan orang miskin dilarang kuliah. Mahasiswa pun tak mampu lagi berdiri pada garda terdepan untuk menyatakan sikap penolakannya, karena tak jarang idealisme telah terbeli oleh manisnya kehidupan hedonis.

Dan mahasiswa yang seharusnya haus akan ilmu pengetahuan, berkarakter kuat, penuh dengan idealisme serta mampu membawa aksi keberpihakan pada keadilan kini tidak lagi menunjukkan semangatnya. Tidak lagi mampu menunjukkan diri sebagai the agent of social control. Justru cenderung hanya segelintir saja yang masih bisa bertahan sebagai sejatinya mahasiswa. Namun yang sedikit ini semakin tersingkir karena dianggap asing dan pemberontak. Mari kita tengok mana saja proposal kegiatan yang bisa menembus batas meja birokrasi. Beberapa kegiatan yang memerlukan kecerdasan pola pikir lebih sering dikesampingkan ketimbang yang penuh dengan hura-hura dan euforia. Sekali lagi ini adalah bukti konkrit hedonisme sangat kuat pengaruhnya di kalangan mahasiswa saat ini.

Akankah selamanya seperti ini? Terpenjara dalam labirin kehidupan hedonis yang tak akan pernah putus dan diperbudak oleh kapitalis serta menjungjung tinggi nilai-nilai konsumerisme, atau segera mengambil sikap untuk kehidupan yang lebih baik sebagai penerus bangsa.